Pertanyaan-pertanyaan ini pastinya muncul di benak kalian, terutama pada saat memiliki rencana untuk melangkahkan kaki ke luar negeri. Tak terkecuali saya.. Apalagi setelah mendengar rumor dari orang-orang, baca tulisan-tulisan yang tersebar di internet. Katanya mesti datang subuh, ngantrinya panjang bahkan sampai ada anrian helm. Katanya ini, katanya itu...
Akhirnya, tiba juga masa di mana saya bisa ngepost, dan bikin Wrap Up buat Challenge tahun kemaren, ngumpulin receh buat dibeliin buku.
Sebenarnya udah dari bulan Desember yang lalu recehnya dibelanjain, tapi karena saya *sok* sibuk, baru bisa laporan sekarang.
Oke, jadi...
Receh yang terkumpul tahun kemaren lebih dari dua kali lipat daripada jumlah receh tahun 2014. Di mana sebelumnya hanya 140ribu-an, di tahun 2015 saya bisa ngumpulin Rp 315.000!!
Sempet kaget juga sih, ternyata recehnya udah sebanyak itu aja.
Tentu saja ini berkat bantuan orang-orang di rumah. Karena tahu saya ngumpulin receh, tiap mereka punya recehan, pasti dikasih ke saya. Hihih :3
Dengan receh tersebut, saya membeli beberapa buku dan..
Celengan baru! *Rp 27500
Itu loh, celengan kelinci hitam yang ada di foto (di atas).
Ada lubang yang bisa di buka-tutup di bagian bawahnya, jadi gak perlu mecahin celengan lagi.. xD
Dan, ini dia buku-buku yang saya beli :
Winner Best Book 2015 di kategori Misteri dan thriller Goodreads, dari pertama liat emang udah penasaran.
The Girl On The Train - Paula Hawkins
Rp 87000
Ini bakal jadi buku pertama Tere Liye yang akan saya baca. Beberapa kali disaranin baca buku Tere Liye, dan baru terpengaruh sekarang.
Milih Series Bumi ini dulu, sepertinya seru!
Bumi - Tere Liye
Rp 97000
Dua buku ini saya beli pas lagi ada diskonan buku terbitan Gramedia.
Let The Right One In - John Ajvide Lindqvise
Rp 35000
Jane Eyre - Charlotte Bronte
Rp 25000
Nah, yang ini saya beli buat hadiah Ultah ke-9 adek perempuanku. Dia agak males baca buku, makanya saya coba ngasih dia buku yang berwarna dan ada gambarnya biar dia tertarik buat baca.
Sepatu Balet Vania - Dewi Cendika
Rp 15000
Ini yang terakhir. Nemunya juga pas lagi ada diskonan di salah satu tokbuk. Milih dua ini karena covernya yang catchy.
Tiga Burung Kecil - Clara NG
Rp 15000
Cooking With You - Yoana Dianika
Rp 20000
Kalau ditotalin, semuanya jadi Rp 321500.
Saya hanya nambah 6500.. :D
Oke, sekian laporannya.
Tahun ini saya ikutan Receh Untuk Buku lagi. Semoga Recehnya bisa lebih banyak lagi.
Aamiin.. xD
Penulis: Pidi Baiq
Cetakan Pertama, 2015
Penerbit: DAR! Mizan (Pastel Books)
Tebal: 344 halaman
ISBN: 978-602-7870-99-4
Novel lanjutan dari novel Dilan pertama, 'Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990'. Novel ini juga merupakan akhir dari kisah kasih di sekolah antara Dilan dan Milea karya Pidi Baiq.
Milea Adnan Husain, Milea, atau biasa dipanggil Lia, siswi pindahan dari Jakarta yang jadi inceran di sekolah barunya di Bandung kini sudah resmi berpacaran dengan Dilan, panglima tempur anak geng motor yang sering ngumpul di warung Bi Eem.
Kisah di buku kedua di awali dengan beberapa repetisi dari buku pertama. Lumayan banyak, jadi yang belum baca buku pertama bisa langsung baca buku kedua ini *tapi saran saya, mending baca yang pertama dulu*
Sama seperti buku pertama, karena gaya penulisan Pidi Baiq yang ringan, baca buku ini bisa cepet dan lancar.
Walaupun saya tidak mengharapkan apa-apa dari buku ini, saya kecewa.
Bukan sama endingnya, bukan sama sekali.
Yang itu sudah bisa saya tebak, ada feeling juga endingnya bakal begitu sejak baca buku pertama.
Saya kecewa sama Dilan. Saya kecewa sama Milea.
Kecewa sama cara mereka menyelesaikan masalah mereka.
Aku tidak suka dikekang - Dilan, hal 311
Well, saya gak bisa terlalu menyalahkan mereka juga sih. Saya rasa itu (mungkin) hal yang wajar karena mereka masih remaja. Masih labil. Tapi tetep aja kecewa.
Meski kecewa, kekocakan masih bisa saya temukan dalam buku ini. Kisah-kisah Dilan sebelum ketemu Milea yang diceritakan Piyan dan Wati, gombalan-gombalan khas Dilan juga masih ada. Walau, ya, ga sebanyak di buku pertama. *yang ini banyakan nangis-nangisannya*
Untuk ending, saya rasa cukup untuk mengakhiri kisah Milea dan Dilan.
Hanya saja, saya merasa butuh gambaran perasaan Dilan setelah kejadian itu.
Bahkan sampai terlintas dipikiran saya, gimana ya kalau Pidi Baiq bikin buku judulnya "Milea: Dia adalah Mileaku Tahun 1991" isinya cerita yang sama tapi pake sudut pandang Dilan. hahah..
*EDIT : Udah dikonfirmasi bakal ada buku Milea doong... *beritanya udah lama sih, cuma baru sempet ngedit postingan ini sekarang :P* My wish came true.. xD
Sebenarnya agak galau ngasih rating, jadi kuputuskan untuk memberi setengah dari lima bintang.
Dua setengah bintang untuk Dilan Bagian Kedua.
Hanya saja, saya merasa butuh gambaran perasaan Dilan setelah kejadian itu.
Sebenarnya agak galau ngasih rating, jadi kuputuskan untuk memberi setengah dari lima bintang.
Dua setengah bintang untuk Dilan Bagian Kedua.
Penulis: Orizuka
Cetakan Pertama, Juni 2015
Series : The Chronicles of Audy #3
Penerbit: Haru
Tebal: 320 halaman
Setelah menunggu beberapa bulan akhirnya buku ketiga serial Audy terbit juga. (Dan saya dapet Pembatas Rafael lagi. Untuk ketiga kalinya.. x.x)
Tapi yah, agak kecewa sama buku ketiga ini.
Pertama : Karakter Audy ga ada kemajuan. Malah terkesan labil.. x.x
Kedua : Walaupun saya Team R3, pembahasan soal perasaan Audy ke R3 itu terkesan berlebihan. Oke, R3 emang, yah you know lah, emang seperti itu. Tapi tingkah si Audy itu Alay bgt.. Ga bisa tenang sedikit apa ya.. x.x
Ketiga : Skripsi Audy belum juga kelar.
Keempat : Klimaksnya dibahas sedikit doang... Cuma beberapa bab terakhir. Itupun diselesaikan dengan 'agak' biasa.
Tapi terlepas dari kekecewaan yang saya paparkan di atas. Gaya penulisan mbak Orizuka emang mengalir seperti biasa. Baca buku ini terasa sebentar. Saya juga masih sempat tersenyum-senyum sendiri di beberapa bagian. Pesan-pesan kekeluargaannya pun masih dapet.
Mungkin kekecewaan saya ini karena saya berharap lebih..
Semogakalo emang dibuat lanjutannya, bisa lebih dari pada seri-seri sebelumnya.
Biar bisa kasih rating bagus lagi.. hihih :3
Yang ini, cukup 3 bintang ya, mbak Ori.. ;D
Cetakan Pertama, Juni 2015
Series : The Chronicles of Audy #3
Penerbit: Haru
Tebal: 320 halaman
Hai. Namaku Audy.
Umurku masih 22 tahun.
Hidupku tadinya biasa-biasa saja,
sampai aku memutuskan untuk bekerja di rumah 4R dan jatuh hati pada salah seorang di antaranya.
Kuakui aku bertingkah (super) norak soal ini,
tapi kenapa dia malah kelihatan santai-santai saja?
Setengah mati aku berusaha jadi layak untuknya, tapi dia bahkan tidak peduli!
Di saat aku sedang dipusingkan oleh masalah percintaan ini, seperti biasa, muncul masalah lainnya.
Tahu-tahu saja, keluarga ini berada di ambang perpisahan.
Aku tidak ingin mereka tercerai-berai, tapi aku bisa apa?
Ini, adalah kronik dari kehidupanku yang masih saja ribet.
Kronik dari seorang Audy.
Setelah menunggu beberapa bulan akhirnya buku ketiga serial Audy terbit juga. (Dan saya dapet Pembatas Rafael lagi. Untuk ketiga kalinya.. x.x)
Tapi yah, agak kecewa sama buku ketiga ini.
Pertama : Karakter Audy ga ada kemajuan. Malah terkesan labil.. x.x
Kedua : Walaupun saya Team R3, pembahasan soal perasaan Audy ke R3 itu terkesan berlebihan. Oke, R3 emang, yah you know lah, emang seperti itu. Tapi tingkah si Audy itu Alay bgt.. Ga bisa tenang sedikit apa ya.. x.x
Ketiga : Skripsi Audy belum juga kelar.
Keempat : Klimaksnya dibahas sedikit doang... Cuma beberapa bab terakhir. Itupun diselesaikan dengan 'agak' biasa.
Tapi terlepas dari kekecewaan yang saya paparkan di atas. Gaya penulisan mbak Orizuka emang mengalir seperti biasa. Baca buku ini terasa sebentar. Saya juga masih sempat tersenyum-senyum sendiri di beberapa bagian. Pesan-pesan kekeluargaannya pun masih dapet.
Mungkin kekecewaan saya ini karena saya berharap lebih..
Semoga
Biar bisa kasih rating bagus lagi.. hihih :3
Yang ini, cukup 3 bintang ya, mbak Ori.. ;D
Judul : Bumi Manusia (Tetralogi Buru #1)
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Cetakan Pertama, 2005 (First Published 1975)
Penerbit: Lentera Dipantara
Tebal: 535 halaman
ISBN: 978-979-9731-23-4
Ini buku sastra indonesia pertama (seingat saya) yang saya baca, sekaligus buku perkenalan pada Pramoedya -yang ternyata seterkenal ini-.
Gaya bahasa yang digunakan, cara penggambaran yang deskriptif membuat saya merasa sedang membaca buku terjemahan dan mengira awalnya buku ini memang ditulis dalam bahasa bukan Indonesia.
Sebenarnya saya tidak bisa berkomentar banyak tentang buku ini. Isi dan konflik di dalamnya benar-benar baru bagi saya. Sejauh yang saya tangkap, masalah utama yang dibahas adalah tentang Pribumi, Indo dan Eropa Totok (yang saya kira artinya adalah Orang Eropa asli).
Di luar permasalahan pelik tentang Pribumi dan sebagainya itu, buku ini tetap bisa dinikmati walau kadang bisa membuat saya mengernyitkan alis karena tidak mengerti beberapa istilah dalam buku ini.
Untuk tokoh favorit, sepertinya saya tidak akan memilih tokoh utama. Minke ataupun Annelies belum bisa merebut perhatian saya. Kisah cinta mereka terlalu berlebihan (menurut saya) mengingat usia mereka yang masih sangat muda.
Oh, dan Anne ini mengingatkanku pada Milea (tokoh dalam buku Dilan) yang karakternya hampir sama.
Saya lebih tertarik pada Nyai Ontosoroh.
Walaupun agak panjang, kisah tentang Nyai Ontosaroh begitu menarik untuk dibaca. Mengingatkan sama satu buku yang juga pernah saya baca, anak-anak perempuan yang dipingit di usia muda dan dipersiapkan untuk lelaki kaya tak peduli muda atau tua di luar sana.. 14 tahun aja udah dianggap perawan tua.
Ada beberapa hal yang menarik dalam buku ini. Saya baru tahu kalau ternyata wanita-wanita Jawa dulunya dipangur (diratakan gigi taringnya). Juga pomade, yang sedang tren saat ini dikalangan para pemuda, ternyata telah digunakan sejak tahun 1900-an (Menurut informasi dari teman saya, ternyata pomade ini sudah ada sejak tahun 1800an).
Ending buku ini agak gantung. Mungkin akan lebih dijelaskan di buku berikutnya. Semoga.
Jadi, pada akhirnya saya tidak bisa memberi banyak bintang, untuk bumi manusia, cukup ★★★☆☆. ;D
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Cetakan Pertama, 2005 (First Published 1975)
Penerbit: Lentera Dipantara
Tebal: 535 halaman
ISBN: 978-979-9731-23-4
Roman Tetralogi Buru mengambil latar belakang dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membacanya waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
"Kita kalah, Ma," bisikku.
"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Ini buku sastra indonesia pertama (seingat saya) yang saya baca, sekaligus buku perkenalan pada Pramoedya -yang ternyata seterkenal ini-.
Gaya bahasa yang digunakan, cara penggambaran yang deskriptif membuat saya merasa sedang membaca buku terjemahan dan mengira awalnya buku ini memang ditulis dalam bahasa bukan Indonesia.
Sebenarnya saya tidak bisa berkomentar banyak tentang buku ini. Isi dan konflik di dalamnya benar-benar baru bagi saya. Sejauh yang saya tangkap, masalah utama yang dibahas adalah tentang Pribumi, Indo dan Eropa Totok (yang saya kira artinya adalah Orang Eropa asli).
Di luar permasalahan pelik tentang Pribumi dan sebagainya itu, buku ini tetap bisa dinikmati walau kadang bisa membuat saya mengernyitkan alis karena tidak mengerti beberapa istilah dalam buku ini.
"Kau dalam kesulitan, Minke. Kau jatuh cinta." - Jean Marais, hal 77
Untuk tokoh favorit, sepertinya saya tidak akan memilih tokoh utama. Minke ataupun Annelies belum bisa merebut perhatian saya. Kisah cinta mereka terlalu berlebihan (menurut saya) mengingat usia mereka yang masih sangat muda.
Oh, dan Anne ini mengingatkanku pada Milea (tokoh dalam buku Dilan) yang karakternya hampir sama.
Saya lebih tertarik pada Nyai Ontosoroh.
"Mana mungkin? Mama bicara, membaca, mungkin juga menulis Belanda. Mana bisa tanpa sekolah?"
"Apa salahnya? Hidup bisa memberikan segala pada barang siapa tahu dan pandai menerima." - Nyai Ontosoroh, hal 105
Walaupun agak panjang, kisah tentang Nyai Ontosaroh begitu menarik untuk dibaca. Mengingatkan sama satu buku yang juga pernah saya baca, anak-anak perempuan yang dipingit di usia muda dan dipersiapkan untuk lelaki kaya tak peduli muda atau tua di luar sana.. 14 tahun aja udah dianggap perawan tua.
Ada beberapa hal yang menarik dalam buku ini. Saya baru tahu kalau ternyata wanita-wanita Jawa dulunya dipangur (diratakan gigi taringnya). Juga pomade, yang sedang tren saat ini dikalangan para pemuda, ternyata telah digunakan sejak tahun 1900-an (Menurut informasi dari teman saya, ternyata pomade ini sudah ada sejak tahun 1800an).
Ending buku ini agak gantung. Mungkin akan lebih dijelaskan di buku berikutnya. Semoga.
Jadi, pada akhirnya saya tidak bisa memberi banyak bintang, untuk bumi manusia, cukup ★★★☆☆. ;D
Previous PostOlder Posts
Home